Reporter: Kano Tontolawa
Editor: Fahmi Gobel
Bila ada sebuah kejadian seorang
ayah menghamili anak kandungnya, maka
ada sangsi berat yang di berlakukan kepada pelaku, yaitu sanga ayah bejat
tersebut, ditanam dalam tanah setengah
badan bersama anak yang
dihamilinya, lalu dilempari
batu hingga
mati.
Dulu kala, masih dipercaya soal Mongonggaing
(tukang santet) bila terbukti perbuatannya, maka hukuman berat akan menimpah
kepadanya, yakni ditanam dalam tanah setengah badan lalu dibakar hingga mati. Ada juga perbuatan bejat lain, yakni Domok,
yaitu menangkap seorang wanita dalam rumah
dan menggagahinya, akan dikenakan sangsi Mobogoy
biasa.
Namun, kalau Mondomok asal kata Domok yang dilakukan saat wanita
sedang mandi di sungai atau tempat
umum, maka akan dihukum denda Mobogoi
atau keduanya dikawinkan bila masing-masing belum menikah.
Tapi kalau seorang isteri kedapatan tidur
dengan pria lain yang bukan suaminya, dikenakan denda berat karena berzina (nokitualing).
Dendanya berupa tali’ (maskawin) sesuai
yang ditetapkan oleh lembaga adat. Denda
itu dibayarkan kepada suami atau keluarga pihak suami dan kepala adat. Seorang isteri yang dibawa lari oleh pria yang bukan
suaminya, disebut Tualing Tangag
(zinah
lari).
Pria membawa lari akan dikenai hukuman berupa membayar denda, butung in atasiow kopulu’ im pangkoinya,
artinya jarak dan setiap yang dilalui akan dikenai sangsi, misalnya sebuah kaki
tembaga sebagai pohon (pangkoi), sehelai
sikayu hijau sebagai dahan (tanga), dan sembilan piring antik sebagai
daun. Juga setiap sungai yang
dilalui dihitung, dengan denda sebuah piring antik bernilai satu ringgit.
Sangsi adapt lainnya diberlakukan kepada pelanggar adat
misalnya seseorang memfitnah atau menghina orang lain, dan bila yang dihina keberatan, maka si
pembawa
fitnah harus membayar denda (momogoi)
kepada tua-tua desa atau kepala adat yang menyidangkan hal itu.
Bila ada juga seseorang membuat keributan dalam desa
harus maka dia harus Mogompat kon lipu’,
yaitu membayar denda untuk desa yang
diterima oleh penguasa adat.
Adapun bila ada seseorang mencaci
maki orang lain tanpa diketahui kesalahannya,
bila
yang dicaci berkeberatan, maka si
pencaci harus membayar denda, karena Indoi’on
(tidak dibenarkan) oleh pihak yang dirugikan.
Denda itu sebagian untuk penguasa adat, sebagian untuk orang yang dicaci.
Bila ada seorang anak melukai anak orang lain, ia harus membayar
jaminan kepada anak yang dilukai, dengan
istilah Bobodan (pengobat luka). (*)